Pak kiai,karena kebiasaan setiap
bakda isya’ sudah bersiap-siap untuk tidur,maka saya tidak pernah mendatangi
undangan ba’da isya’ yang ada jamuan makan,yang ini bisa membuat begadang yang tidak
perlu yang sangat saya hindari,karena menurut saya undangan bakda isya’ adalah
undangan yang hukumnya makruh yang kita hukumnya sunnah tidak
menghadirinya,karena kanjeng nabi sendiri tidak suka berbincang-bincang bakda
isya’, benarkah pendapat saya pak kiai ? apakah bisa dibenarkan udzur karena
kebiasaan tersebut ? karena saya tak bisa begadang jika bukan karena hal darurat.mohon
penjelasan pak kiai.
Wa’alaikum salam warohmatullohi
wabarokatuh.
Sebelum menjawab pertanyaan anda,ada
beberapa hal yang perlu dipahami. Pertama,menghadiri undangan hukumnya
berbeda-beda dalam artian melihat untuk acara apa kita diundang,sebagai contoh
menghadiri walimatul ‘urs hukumnya wajib jika sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan dalam kitab-kitab fiqih,untuk walimah-walimah lain
seperti walimatul khitan,aqiqoh,khotmil qor’an dan sebagaianya hukumnya sunnah menghadirinya,dan jika
acaranya adalah sebuah kemaksiatan maka haram menghadirinya kecuali jika untuk
menghilangkan kemungkaran tersebut. Kedua, berbincang setelah isya’ hukummya
makruh kecuali di dalam hal kebaikan maka hukummya sunnah seperti berbincang
mengenai ilmu agama,akhlaq-akhlaq mulia,cerita para orang sholih,zikir,membaca
al-qur’an dan sebagainya.
Dari keterangan di atas dapat
disimpulkan bahwa alasan anda tidak menghadiri undangan setelah isya’
dikarenakan akan membuat anda begadang dan berbincang tanpa guna dan itu dibenci oleh
kanjeng nabi (makruh) dan memilih untuk tidur karena sudah menjadi kebiasaan
merupakan alasan yang tidak bisa dikatakan “tepat secara mutlak”.artinya kita harus mempertimbangkan acaranya,jika isi
acaranya adalah kebaiakan maka kita hadiri dengan tetap menjaga diri dari hal
yang tidak baik,apalagi jika itu undangan dari tetangga,kerabat,teman yang mana
sebagai muslim kita diperintahkan untuk memuliakan dan berbuat baik kepada
mereka, dan lagi agar tidak ada kesan kita bersikap acuh kepada mereka.mengenai
pertanyaan anda yang kedua,tidur adalah perkara mubah,kalau ada hal lain yang lebih baik mengapa kita tidak memilihnya.wallohu a’lam.