
Acara berlangsung
di PP Riyadlus Shalihin Trangkil Bandung Bahtsu masail ini dipimpin oleh KH
Badruddin Syathibi selaku Rais Syuriyah MWCNU Trangkil. Dr Zumradi, K Said, K
Sabar, K Hambali, dan kiai kiai yg lain mendiskusikan secara serius konsep
imamah dalam fiqh dengan mengutip pendapat dari Al Mawardi dalam ahkam
sulthaniyah, dan dari kitab kitab fiqh lainnya, seperti al fiqhu al islami
karya Dr Wahbah Zuhaili, Syarwani, dan lain lain.
Dalam
bahsu masa’ail tersebut memperoleh beberapa keputusan antara lain, Pertama, imamah adalah posisi krusial
untuk meneruskan fungsi kenabian dlm rangka menjaga agama dan dunia sekaligus. Kedua, tugas seorang pemimpin adalah
menjaga kedaulatan bangsa, memberikan rasa aman, dan menggerakkan seluruh
potensi untuk kemajuan bangsa. Ketiga,
kriteria seorang pemimpin adalah sosok muslim yang adil dan amanah sehingga
mampu melaksanakan tugas dengan baik.
Keempat,
jika tidak terdapat sosok ideal, maka pertimbangannya adalah kemaslahatan.
Misalnya, jika tidak ada pemimpin muslim yang adil, maka boleh mengangkat
pemimpin non muslim tapi adil. Kelima,
suksesi kepemimpinan dilakukan dgn penunjukan pemimpin sebelumnya (dalam sistem
teokrasi, kerajaan), dipilih oleh ahlul halli wal aqdi (kelompok orang
pilihan), dan dipilih oleh mayoritas umat sehingga mempunyai kekuatan (dzu
syaukah).
Keenam,
boleh mencopot pemimpin yg dhalim jika tidak menimbulkan kegaduhan (fitnah).
Jika menimbulkan kegaduhan, maka harus sabar sampai suksesi tiba.
Tujuh,
tidak boleh ada dualisme kepemimpinan dalm satu negara karena menimbulkan
instabilitas politik.
“Keenam kesimpulan tersebut kami
putuskan berdasarkan musawarah dengan para kiai-kiai se kecamatan Trangkil, dan
hasil tersebut mengambil rujukan dari kitab kuning baik melalui ijma’ qiyas dan sebagainya,”
ujar KH. Badrudin selaku Rois Syuriyah MWCNU Trangkil