
Malamatiyyah,
istilah ini dipopulerkan pertama kali oleh seorang sufi asal Naisabur Khurasan,
yaitu Syaikh Hamdun bin Ahmad al-Qashshar (wafat 271 H). Karena yang pertama
kali membumikan istilah ini adalah Syaikh Hamdun al-Qashshar, dalam Kasyful
Mahjub, Syaikh al-Hujwiri menyebut golongan ini dengan julukan
al-Qashshariyyah.
Secara
etimologi, Malamatiyyah diambil dari kata bahasa Arab al-Malamah, yang artinya
adalah cacian dan hinaan. Secara terminologis, kata ini bisa dimaknai sebagai
sebuah faham, aliran, atau golongan yang memiliki kecenderungan merendahkan
diri mereka di mata manusia, untuk mencapai derajat tinggi di sisi Allah Yang
Maha Esa. Malamatiyyah adalah golongan yang majhul fil ardhi ma'ruf fis-sama',
tidak populer di bumi namun sangat terkenal di langit. Mereka berjuang di jalan
Allah secara sembunyi-sembunyi dalam jalan yang sunyi, tanpa pernah terpengaruh
sedikit pun oleh puji atau pun caci. Yujahiduna fi sabilillah wala yakhafuna
lawmata laim.
Malamatiyyah
muncul sebagai kritik sekaligus antitesa atas polarisasi atribut bagi kaum sufi
yang terjadi di Irak pada sekitar abad ke-2 dan ke-3 Hijriah. Pada mulanya,
yang pertama kali muncul dari gerakan kaum sufi adalah sikap zuhudnya. Diantara
cara mengungkapkan sikap zuhud bagi kaum sufi adalah dengan mengenakan pakaian
sederhana, yang kala itu diekspresikan dengan mengenakan pakaian yang terbuat
dari kain wol (shuf). Ketika pakaian yang terbuat dari kain wol itu familiar
dan menjadi atribut bagi kaum sufi, muncullah gerakan atau faham Malamatiyyah
ini, yang sangat tidak sepakat dengan adanya atribut kaum sufi (zayy
ash-shufiyyah). Bagi mereka, sufi seharusnya menyembunyikan jatidiri dan
rahasianya dari pandangan mata manusia. Kaum Malamatiyyah memiliki komitmen
kuat untuk memerangi sifat keakuan (ananiyyah), ujub, takabbur, riya' dan
penyakit-penyakit hati lain yang sering hinggap di hati manusia.
Malamatiyyah
bagi kaum santri, adalah ketika ia mampu menjadi air samudera, yang tak
terpengaruh rasanya, baik ketika air hujan menimpa atau air sungai menerpa. Air
samudera yang lantang mengatakan sakit kepada setiap yang terluka, namun lekas
menjadi penawar bagi segala luka-luka.
Serumpun
kumpulan cerpen ini layak untuk dijadikan konsumsi bagi siapa saja, terutama
kaum santri. Akan tetapi dalam bunga rampai Malamatiyyah penulis tidak
mengindahkan sumber karya sebelumnya. Karena sebagian judul cerpen pernah
dimuat dimedia lain, atau bahkan ada dalam kumpulan cerpen bersama. Meskipun ini
antologi tunggal hal tersebut perlu di perhatikan.
Judul : Malamatiyyah
Penulis : Sahal Japara
Penerbit : Mutamakkin Pres
Tahun
Terbit : Pertama, April
2017
Tebal : 226 halaman
ISBN : 978-773-62862-3-3
Peresensi : Pujianto