Budaya konvensional yang menempatkan tepo
seliro, toleransi, keramahtamahan, penghormatan pada yang lebih tua juga
digempur oleh pergaulan bebas dan sikap individualistik yang dibawa oleh arus
globalisasi. Dalam situasi demikian, kesalahan dalam merespon globalisasi bisa
mengakibatkan lenyapnya budaya lokal. Kesalahan dalam merumuskan strategi
mempertahankan eksistensi budaya lokal juga bisa mengakibatkan budaya sebagai
bentuk kearifan lokal semakin ditinggalkan masyarakat seiring kegandrungannya
pada budaya yang dibawa arus globalisasi.
Hingga
kini masih sering kita saksikan banyaknya konflik kekerasan, mulai dari antar
individu, antar elit, antar kelompok, antar kampung, hingga antar suku dan
agama di tanah air yang disebabkan oleh persoalan tidak adanya pemahaman
multikultural. Keragaman dan kemajemukan kultur (budaya) ketika bersinggungan
dengan ranah keagamaan, memicu tumbuh suburnya paham radikal yang acapkali
direspon dengan sikap dan perilaku monolog monokultur yang sarat dengan klaim
kebenaran maupun klaim keselamatan.
“Menyikapi hal tersebut, Ikatan Pelajar Putri
Nahdlatul Ulama (IPPNU) sebagai bagian dari Islam mainstream di Indonesia,
dengan berangkat dari kultur budaya, mengedepankan nilai-nilai keislaman yang
rahmatan lil alamin dan ke-Indonesia-an, merasa terpanggil untuk turut serta
berkontribusi menyelamatkan generasi muda Islam dari ancaman krisis kebudayaan,
kekerasan dan pengaruh radikalisme serta memberikan pemahaman penuh arti
demokrasi Indonesia”. ujar Rofi’atun Ketua IPPNU Pati
Strategi
yang dijalankan di antaranya adalah pembangunan jati diri bangsa untuk
memperkokoh identitas kebangsaan, pemahaman falsafah budaya, dan penguatan
jaringan Pelajar Nahdlatul Ulama di daerah agar mampu mentransformasikan
gagasan dan ide-ide kebangsaan dalam memperkokoh integritas pelajar bangsa,
mendukung penerbitan peraturan daerah yang melindungi budaya lokal, serta
mendorong pemanfaatan teknologi informasi dalam mengenalkan budaya lokal ke
masyarakat dunia. Tujuan mulia ini diharapkan jadi buah manis di masa
mendatang.
Begitu pula kemajemukan warga-masyarakat
Indonesia adalah ibarat sebuah pelangi dalam perbedaan; justru mampu melahirkan
mozaik keserasian dan keterpaduan warna-warni karena disikapi dan dikelola
dengan penuh kearifan. Dengan peran demikian, Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul
Ulama (IPPNU) berharap mampu menjalankan amanatnya dengan baik untuk membangun
pelajar berdasarkan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Manusia membutuhkan
pengalaman hidup, begitu pula IPPNU butuh pengalaman untuk menyelesaikan tugas
utamanya membangun pelajar Indonesia, tambah Rofi’atun