Tawadlu’adalah sikap mbah dullah yang
juga menonjol.Konon,saat fisiknya masih kuat,setiap bulan ramadan sesekali beliau menghidangkan
santapan sahur hasil masakan sendiri dan tak mau dibantu.Ketika masih
sehat,beliau memang terbiasa mengerjakan sendiri semua kebutuhan sehari-harinya
: mulai menyiapkan makanan,minuman sampai dengan mencuci barang pecah belah dan
pakaiannya sendiri.Bahkan bagi sebagian tamu-tamunya,sering kali beliau sendiri
tak segan-segan menyiapkan makanan dan minuman.
Sikap tawadlu’juga tercermin dari cara
beliau menyikapi aktivitas sosial keagamaan yang beliau niatkan untuk
memakmurkan masjid ; sehingga beliau tidak pernah keberatan yang beliau rintis
bersama KH.Muhammadun tidak diikuti otang atau mudah diisi oleh orang
lain,selama tujuan memamurkan masjid tercapai.
Beliau juga tidak merasa kesal atau
sakit hati terhadap kritik atau koreksi meski datang dari orang yang jauh lebih
muda dan lebih ‘terbatas ilmunya’; bahkan walaupun kritik dan koreksi tersebut
sebenarnya keliru atau salah alamat.Dalam pengajian hari kamis misalnya,aapkali
bacaan beliau dipotong dan dikoreksi orang.Bukan Cuma sekali dua kali,bacaan
bisa dipotong berkali-kali sehingga membuat para pendengar lebih kesal dan
menggerutu.Tapi mbah Dullah sendiri tak menampakkan kekesalan,bahkan meneladani
dan sering kali jutru mengambil sikap layaknya seorang murid yang minta
bimbingan gurunya.
Sikap tawadlu’ nampaknya sudah menjadi
pembawaan beliau,setiap kali berhadapan dengan orang ,beliau hampir sekali
memposisikan dirinya pada tempat yang lebih rendah ketimbang yang dihadapi meski sangat jarang dan biasanya
hanya pada orang yang dekat paling jauh beliau akan memposisikan diri pada
tempat yang lebih tinggi dari orang yang di hadapi.Seperti air,beliau selalu mencari tempat yang lebih
rendah yang bisa dicapai.
Ada Kisah menarik dari sikap mbah
dullah ini,saat iitu malam jum’at,dan seperti biasanya setiap malam beliau
berziarah ke makam KH.Ahmad Mutamakkin,Cuma kali ini beliau ditemani oleh
KH.Muslim Rifa’i imampuro (Mbah Lim) Klaten. Setelah beberapa kali
menolak,akhirnya dengan terpaksa Mbah Dullah mau memimpin tahlil.Nah,tepat pada
pengucapan kalimat tahlil,perlahan-lahan kendali kepemimpnan tahlil bergeser
dari mbah dullah ke mbah Lim.Ini terjadi karena mbah dullah terbiasa dengan
pengucapan kalimat tahlil yang berirama tetap,dengan vokal yang relatif lembut
dan temponya pun lambat ; sementara mbah Lim
bsa mengucapkan kalimat tahlil dengan irama naik turun,vokal yang keras
dan tempo yang cepat.Sehingga lambat lebih suara mbah dullah tenggelam di
tengah suara mbah lim.Akibatnya jamaah lebih mendengar suara mbah lim ketimbang
suara mbah dullah,dan mereka pun mulai mengucapkan tahlil seirama dengan yang
diucapkan mbah lim.
Melihat hal ini,mbah dullah mengalir
saja sama sekali tak mengesankan kegelisahan san kekesalan dan bahkan ikut
tenggelam dalam hentakan tahlil yang dipimpin mbah Lim.Maka gema suara tahlil
yang luar biasa menggetarkan itu terus mengalir sedemikian rupa,tanpa seorang
pun menghentikan.Mbah Dullah yang tampak karam tak menghentikan,karena merasa
bahwa kendali sudah berada di tangan mbah Lim; sementara mbah lim sendiri
sempat gelisah pada berapa kesempatan tak bisa menghentikan karena berasa bahwa
pada dasarnya yang memimpin adalah mbah dullah.Akibatnya : suara tahlil yang
menggetar itu sampai lebih dari satu jam tanpa ada yang berani berinisatif
menghentikan ,sehingga jamaah yang yang memenuhi ruangan pada malam itu banyak
yang gelisah dan letih,konon bahwa ada yang sampai pingsan.Ddan
memang,pembacaan tahlil itu pada akhirnya ditutup oleh mbah lim,karena tak ada
tanda-tanda bahwa mbah dullah akan menutupnya.Demikianlah,bacaan dan doa
setelah kalimat tahlil,seterusnya dipimpn mbah lim hingga seluruh proses
berakhir ; sementara mbah dullah tetap memposisikan dirinya sebagai makmum.
Ada kisah lain,yang masih berhubungan
dengan mbah Muslim.Kisah terjadi di akhir tahun 1999 atau awal tahun 2000.Saat
itu siang hari,mbah Lim berkunjung ke rumah mbah dullah . Nah,ketika hendak
pamit mbah lim meminta kepada mbah dullah untuk berdoa.Mbah Dullah
menampik,dengan alasan sudah tidak bisa berdoa,’’anda saja yang berdoa,saya
cukup menamini sa’’kata beliau sambil mengangkat tangan untuk mengamini
do’a.Mbah Lim yang menyangka bahwa mbah dullah sudah mulai berdoa .Langsung
mengangkat tangannya untuk mengamini.Demikianlah,mabah dullah mengaminkan do’a
yang disangka sudah diucapkan oleh mbah dullah saling menaminkan tanpa do’a
yang terucap ini berlangsung hampir empat puluh lima menit.
‘Ketenggelaman’ dua tokoh ini dalam
celupan’saling mengaminkan ini’(sekedar mengi ngatkan;amin-aman-iman secara
harfiah seakar kata,sehingga kalimat ini juga bisa dibaca’saling mengamankan
‘atau saling mengimankan’) membuat sebagian orang yang mengikuti peristiwa
tersebut menjadi gelisah,karena tak ada tanda-tanda kapan berakhir.Karena
kegelisahan ini,sopir yang diajak mbah lim keluar ruangan dan berinisiatif
menghubungi salah satu putra mbah lim yang kebetulan berada di sana.Ia meminta
agar putra lim agar memberitahukan situasi amin tanpa do’a yang sedang
berlangsung;tapi anehnya , ketika diberi tahu putranya tentang peristiwa
tersebut,mbah lim malah tampak senang.’’Bagus itu,bagus !’’demikian komentarnya
sambil melanjutkan acara ‘saling mengaminkan’tersebut.Barulah,setelah
berlangsung selama kurang lebih seperempat jam dan juga karena adzan Ashar
sudah lewat,mbah Lim berinisiatif menutup do’a tersebut dengan bacaan Fatihah.
Sikap tawadl’memang sangat mewarnai
kisah kehidupan mbah Dullah ,Bahkan pada putranya ia berpesan ‘’kalau saya
meninggal kelak,tak usah diumumkan kemana-mana.Jangan sampai terjadi orang
bergiliran,rombongan demi rombongan melakukan sholat jenazah.Saya malu terhadap
perlakuan macam itu karena belum tentu
saya termasuk golongan orang baik !’’Memang,sangat banyak hal-hal yang oleh
orang lain akan diterami sebagai kemuliaan,bagi beliau justru akan dihindari.
D.Kedermawanan
Mbah Dullah juga dikenal sebagai orang
yang murah hati dan suka bersedekah tanpa menghitung nilai barang yang
diberikan.Jika beliau memilki sesuatu,dan ternyata sesuatu itu diinginkan oleh
orang lain; maka tanpa pikir panjang meski
nilai nominal sesuatu itu tinggi beliau akan segera memberikannya.Sikap
dermawan ini sudah tampak sejak beliau muda.
Pernah,misalnya,suatu saat beliau
memakai batu akik yang mahal menurut ukuran harga umum dalam suatu walimah
pernikahan; dan kebetulan salah seorang sahabat lamanya yang duduk agak jauh
dari beliau tampak tertarik dengan akik beliau.Begitulah,ketika acara selesai
ada beliau hendak pulang,sambil berjalan beliau menghampiri sahabatnya.’’ini
untuk anda’’! katanya sambil mencopot sambil menyerahkan akik tersebut.Sang
sahabat yang terkaget-kaget dan tak menyangka kejadian semacam itu,tentu saja menolak dan berusaha
mengembalikan akik yang telah diserahkan padanya,’’bukan,ini memang jatah anda ‘’! kata mbah dullah sambil
menepis pengembalian batu akik tersebut;sang sahabat tak bisa berbuat apa-apa
kecuali tertegun karena kejutan yang serba mendadak itu.
Pernah juga,saat mbah dullah
berkunjung ke rumah salah satu kenalannya,tiba-tiba muncul permintaan yang
tidak masuk akal dari salah seorang yang kebetulan berada disana ; yang meminta
sandal yang dikenakan mbah dullah.Tentu
saja permintaan ‘gila’ini membuat geger beberapa orang kebetulan berada disana.Mereka mencoba mencegah,dan
menjelaskan bahwa mbah dullah tidak punya sandal cadangan untuk beliau pakai
pulang.Tapi mbah dullah sendiri tenang saja,dan justru melerai kemarahan orang-orang
yang mencoba permintaan tersebut.Sandal langsung beliau berikan,dan beliau rela
bertelanjang kaki.Meski pada akhirnya beliau tidak benar-benar pulang
bertelanjang kaki karena diantara yang hadir ternyata ada pemilik toko sepatu
meskipun tokonya sudah tutup karena sudah pukul sepuluh lebih tak keberatan
mengambil sandal pengganti untuk beliau. Namun sikap beliau yang tanpa beban
bisa melepaskan sesuatu yang dibutuhkan sendiri untuk memenuhi kebutuhan orang
lain,benar-benar mencerminkan kedermawanan yang nyaris sempurna.
Perhatiannya terhadap kaum’juga
besar.Melihat kenyataan bahwa banyak
biaya pemeliharaan kesehatan yang relatif tak terjangkau oleh kemampuan
kemampuan ekonomi masyarakat
pedesaan,beliau berinisiatif mendirikan
balai kesehatan yang kini menjadi rumah bersalin (RB) sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan bagi orang yang kurang mampu,tentu dengan pengobatan yang sangat ringan. Bersambung