
Hal itu dikatakan As’ad dalam acara
pembukaan Program Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK), di Pondok Pesantren
Raudlatul Muta’allimin, Desa Langgardalem, Kecamatan Kota, Jumat (20/3) lalu.
“Warga Nu harus berpolitik,
khususnya mereka yang aktif di partai politik. Dengan begitu, NU akan semakin
kuat dan bisa mewujudkan keutuhan NKRI,” kata As’ad.
Tanpa berpolitik, rakyat Indonesia,
khususnya warga NU yang merupakan mayoritas penduduk di negeri ini, akan mudah
digoyang pihak asing. Sebagaimana dalam ekonomi yang tak dikuasai warga
Nahdliyyin, ekonomi Indonesia sekarang ini mudah terombang-ambing karena
dikuasai asing.
Dia mengatakan, politik yang
dijalankan harus tetap dalam koridor NU ala paham Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Politik NU harus lemah lembut, tidak menjegal satu sama lain. Dan politik dalam
NU tidak mengenal kekerasan.
Selain itu, kata As’ad, dalam
berpolitik warga Nahdliyyin harus menebar nilai-nilai kebaikan. Politik NU itu
mengajak, bukan menakuti. Karena prinsip yang terus dijaga NU yakni menyebar
nilai Islam yang member rahmat bagi semesta.
“Dalam berpolitik, warga NU juga
tidak boleh haus kekuasaan. Seperti contoh guru kita Gus Dur, yang tidak pernah
berniat menjadi presiden. Namun ketika dikehendaki rakyat, beliau amanah”,
ujarnya.
Dia menambahkan, politik harus
didasari kekuatan ekonomi. Selahingga dalam berpolitik tidak rakus harta. Kudus
bisa menjadi contoh. Karena semangat dagang warga Kudus yang sebagian besar
warga Nahdliyyin, menunjukkan kekuatan ekonomi. Sehingga saat terjun ke dunia
politik, mereka tidak silau dengan harta.
“Saya bangga menjadi orang Kudus.
Karena dengan semangat berdagang yang dimiliki, menjadi kekuatan tersendiri
bagi warga yang terjun ke dunia politik. Mereka tidak akan silau dengan harta,
dan akan bekerja untuk rakyatnya secara sungguh-sungguh”, jelasnya.
Sumber: Koran Muria (Faisol Hadi
Suwoko/Imron Lakpesdam NU)