
Imam syafi’i dilahirkan di Ghaza, Palestina
pada tahun 150 H, yaitu tahun wafatnya Imam Abu Hanifah, dan wafat pada tahun
204 H. Silsilah nasabnya sangat tinggi, karena nasabnya bertemu dengan nasab
Nabi saw, tepatnya di Abdi Manaf sebagai kakek moyang Nabi saw. Ia dilahirkan
dalam keadaan yatim dan terbelit kemiskinan, sebab ayahnya meninggal ketika ia
masih dalam kandungan. Masa kecilnya dihabiskan bersama ibunya, sosok ibu yang
memiliki andil besar dalam membentuk dan membina kepribadian imam Syafi’i.
Ketika memasuki masa kanak-kanak, dengan
bermodal nekat ibu imam Syafi’i mengirimnya ke kota Mekkah untuk belajar
Al-Quran dan menulis kepada beberapa ulama setempat, karena pada waktu itu
ibunya dalam keadaan miskin, sehingga tidak mampu memberi bayaran kepada para
guru imam Syafi’i. Ketika di Mekkah, kecerdasan dan ketekunan imam Syafi’i
telah terlihat. Para guru imam Syafi’i terkagum-kagum dengan kecerdasan dan
ketekunannya, hingga akhirnya imam Syafi’i dibebaskan dari biaya pendidikan.
Para periode ini imam Syafi’i telah hafal Al-Qur’an diusia 7 tahun, dan hafal
kitab al-Muaththa’ karya imam Malik di usia 10 tahun.
Dalam mencari ilmu imam Syafi’i
adalah sosok pengembara. Setelah di Mekkah, ia melanjutkan rihlah ilmiah-nya
ke dusun Bani Huzail, suku Arab yang paling fasih bahasanya. Di sana ia
mengahafal syair-syair, mempelajari sejarah, kesastraan, adat istiadat, dan
militer, seperti belajar memanah dan naik kuda. Setelah itu, ia melanjutkan
pengembaraannya ke Madinah untuk belajar hadits, fikih dan sastra dengan imam
Malik hingga imam Malik wafat. Di sinilah imam Syafi’i mengaji kitab al-Muaththa’
secara langsung dengn imam Malik, kitab hadits yang telah ia hafal ketika
belajar di Makkah.
Imam syafi’i adalah pribadi yang
tampan, cerdas, pecinta ilmu dan memiliki suara yang merdu. Karena kemerduan
suara bacaan Al-Qurannya, banyak orang yang hanyut dan menangis. Dalam
berpakaian, penampilannya sangat sederhana, disertai cincin di jarinya yang
bertulis kafa billah tsiqotan li Muhammad ibn Idris (cukuplah Allah
Tuhan yang dipercaya Muhammad ibn Idris). Selain itu, imam Syafi’i adalah sosok
multitalenta. Ia mempelajari dan menguasai banyak bidang keilmuan, yaitu
Al-Quran, hadits, fikih, kalam, sastra, sejarah, budaya, falak, ilmu firasat,
militer, ilmu nasab, dan ilmu kedokteran.
Perjalanan imam Syafi’i tidak sampai
di situ saja. Ia terus mengembara ke Yaman dengan tujuan mencari rizki,
kemudian ke Irak untuk belajar fikih imam Hanafi, dan pada puncaknya ia pindah
ke Mesir hingga akhir hayatnya. Ketika di Irak dan di Mesir imam Syafi’i telah
diakui keulamaannya oleh kalangan ulama dan masyarakat. Ia rajin mengajar,
membaca, berdebat dengan para ulama setempat. Dengan demikian, pada dirinya
terkumpul fikih Irak (fiqh ahlu ra’yu) dan fiqh Hijaz (fiqh ahlu
hadits). Pada puncaknya ia menulis kedua maha karyanya dalam bidang fiqh
dan ushul fiqh, yaitu, kitab Al-Um dan Al-Risalah, dan
ditahbiskan sebagai pencetus ilmu ushul fiqh.
Al-Risalah adalah kitab
pertama yang disusun imam Syafi’i dibidang ushul fiqh. Dalam kitab ini,
imam Syafi’i menetapkan dasar-dasar dan metodologi istinbath hukum
fiqh, dan menjelaskan tentang kondisi ahli kitab, pengutusan Nabi saw, ilmu dan
kedudukan manusia di hadapan ilmu. Ia juga membahas mengenai Al-Quran dan
kedudukannya, Hadits, al-Bayan, nasikh dan mansukh, ijma’,
qiyas, dan sebagainya. Dalam kitab ini ia juga mengatakan, bahwa syari’at
Islam tetap berlaku di setiap zaman dan tempat. Sedangkan Al-Um adalah
karya terbesar kedua imam Syafi’i dalam bidang fiqh. Kitab ini sangat besar dan
menghimpun seluruh kitab kecil dan masalah-masalah yang ditulis imam Syafi’i
atau didektekan. Kitab ini hingga saat ini menjadi referensi utama bagi setiap
masalah-masalah fiqh Syafi’i.
Banyak keteladanan yang bisa dipetik
dari sosok imam Syafi’i. Pertama, imam Syafi’i adalah pribadi yang haus
dan cinta akan semua ilmu (multidispliner). Hal itu terbukti dengan
pengembaraannya ke berbagai daerah dengan tujuan mencari ilmu, dan ia juga
banyak menguasai bidang keilmuan. Kedua, imam Syafi’i adalah pribadi yang
rajin beribadah dan warak. Ia membagi malamnya menjadi tiga bagian; sepertiga
untuk menulis, sepertiga untuk sholat, dan sepertiga lagi untuk tidur. Ketiga,
imam Syafi’i juga pribadi yang zuhud dan memiliki ketulusan dalam mencari
kebenaran dalam berpendapat, sehingga tak segan-segan ia bersebrangan dengan
imam Malik gurunya sendiri. Keempat, imam Syafi’i juga seorang dermawan
dan penyabar. Ia rajin bersedekah dan membantu orang lain walaupun ia sendiri
dalam keadaan miskin. Keenam, imam Syafi’i juga pribadi yang santun
dalam berdebat dan hati-hati dalam berfatwa. Ia tidak berkenan berdepat dengan
orang bodoh. Menurutnya berdebat tujuannya mencari kebenaran, bukan mencari menang
atau kalah.
Dengan kesempurnaan sosok imam
Syafi’i, semua ulama pada zamannya mengakui kehebatannya dan memuji-mujinya.
Imam Ibnu Hanbal salah seorang muridnya berkata, “Tak ada orang yang paling
sedikit salahnya saat berbicara tentang ilmu dan lebih banyak mengambil sunnah
Rasulullah saw, dari Syafi’i”. Abu Mansyur al-Azhari menuturkan, “Aku telah
mengaji semua kitab yang dikarang oleh para ahli fiqh negeri-negeri Islam.
Kulihat kitab Syafi’i paling dalam ilmunya, paling fasih, dan paling luas
wawasannya”. Ishaq ibn Rahawiyah juga berkata, “Syafi’i adalah imam para ulama.
Tak ada orang yang mengandalkan rakyu (akal) kecuali Syafi’i lebih sedikit
kesalahannya dari orang itu. Syafi’I betul-betul seorang imam.
Buku setebal 332 ini sangat
inspiratif dan menggugah jiwa pembaca untuk meneladani sosok imam Syafi’i.
Berbagai mutiara hikmah kehidupan bertebaran di dalamnya. Karena itu, buku ini
sangat dianjurkan kepada siapa saja yang ingin meraih hidup sukses, bahagia,
dan menjadi tokoh besar seperti imam Syafi’i, terutama kepada sebagian besar
warga nahdliyin di Indonesia yang mengikuti madzhabnya. (Penulis adalah Ketua Lembaga Kajian
dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPEDAM) PCNU Pati)
Judul Buku :
Biografi Imam Syafi’i
Penulis : Tariq Suwaidan
Penerbit
: Zaman
Jumlah Halaman : 332 hlm
Cetakan : I, 2015
ISBN :
978-602-1687-39-0
Peresensi :Andi As-Syarqowi