KH.Abdul Ghoffar Rozien (Ketua
Staimafa, Pati) mengatakan; “Meskipun KH. MA Sahal Mahfudh telah
wafat, Kiai Sahal seolah-olah masih terasa menemani. Pemikiran dan ide-ide
segar beliau masih terasa relevan untuk kondisi bangsa saat ini. Gagasan
tentang fiqh sosial yang menjadi keahlian beliau merupakan kontribusi berharga
bagi komunitas pesantren dan Umat Islam di negeri ini.”
Pemikiran dan tindakan
Kiai Sahal hingga kini menjdi pelajaran yang berharga bagi santri-santri
beliau.Upaya peneliti fiqh sosial institute (FISI) STAI Mathaliul
Falah untuk terus mendiskusikan, merumuskan dan menuliskan hasil risetnya
selama setahun penuh, sungguh sangat saya apresiasi, kata Gus Rozien (Sapaan
akrab dan juga Ketua RMI-NU Jawa Tengah).
Buku yang penulis
resensi ini hasil karya peneliti Fiqh Sosial Institue diharapkan mampu
memberikan kontribusi dan inspirasi semua pihak. Khususnya para penerus
perjuangan Kiai Sahal dan santri-santri beliau yang selama ini selalu mendapat
bimbingan dan arahan dari Kiai Sahal, menuju santri yang berkualitas, memiliki
intelektual tinggi, berwawasan luas, dan peka terhadap perkembangan yang ada. Dalam
tulisan Dr. Jamal Makmur, MA dengan judul; “Fiqh sebagai Etika Sosial, Bukan
Hukum Positif Negara.” Paradigma berfikir Kiai Sahal melahirkan fiqh sosial
yang semakin dirasakan manfaatnya bagi pengembangan pemikiran Islam dan
pemberdayaan sosial. Fiqh Sosial mampu menampillkan wajah fiqh yang dinamis
sebagai counter discourse terhadap fiqh yang formalistik dan
masih hitam putih.
Fiqh Sosial mempunyai
lima prinsip; Interpretasi teks-teks fiqh secara konstektual, beralih dari Mazhab
Qauli (tekstual) menuju Mazhab Manhaji (metodologis),
verifikasi mendasar mana ajaran yang ushul dan mana ajaran
yang furu’, menjadikan fiqh sebagai etika sosial, bukan hukum
positif negara, pengenalan metode pemikiran filosofis, khususnya dalam masalah
sosial budaya. KH. MA Sahal Mahfudh adalah Kiai yang gigih terhadap
pengembangan fiqh sosial ini, sehingga Islam mampu menampilkan ajarannya yang
membawa rohmat bagi seluruh alam. Bukan sebaliknya, menjadi faktor disintegrasi
yang sangat negatif dan destruktif bagi eksistensi NKRI.
Ada beberapa percikan
pemikiran Kiai Sahal Mahfudh tentang urgensi menjadikan fiqh sosial sebagai
etika sosial sebagai berikut: Tradisi potong rambut bayi, Menikah di
tahun duda,Hukum menyelenggarakan wayang di Masjid, Perayaan
Hari Ulang Tahun (HUT), Tradisi Mithoni,Pemberdayaan zakat, Hukum
larangan berpakaian ketat, Bergunjing dan berdusta saat puasa, Puasa
bagi pekerja kasar,Meneguhkan Islam Rahmatan lil-Alamin dll.
Misalnya, “tradisi
potong rambut bayi”, KH. MA Sahal Mahfudh Allahu yarham mengatakan;
Masyarakat Indonesia identik dengan tradisi yang variatif, baik bersifat
ritual, mistis, dan seremonial. Termasuk tradisi memotong rambut bayi pada hari
ke-tujuh dilahirkan hukumnya Sunnah. Tradisi ini sudah membudaya di masyarakat
dan bernilai positif sebagai wahana untuk mendoakan bayi menjadi generasi yang
berkualitas jasmani dan rohani. Tradisi ini sudah menyatu dengan kehidupan
sosial, sehingga tradisi ini biasanya digunakan untuk mendoakan bayi yang baru
lahir supaya kelak menjadi anak yang shaleh dan sholihah.
“Menikah di tahun duda”, ada sebagian
kepercayaan dan keyakinan di masyarakat yang melarang menikah di tahun duda.
Dalam Islam tidak ada kepercayaan dan keyakinan adanya hari na’as, seperti
tahun duda. Bahkan, jika hal tersebut membawa kepada unsur kemusyrikan maka
tidak diperbolehkan karena syirik adalah dosa besar.
Jika ada orang yang
meyakini adanya malapetaka jika melangsungkan pernikahan pada tahun duda, maka
itu karena Allah mengabulkan doa dan keinginan manusia. Hal ini sesuai hadits“Saya
adalah menurut apa yang disangkakan hamba-Ku kepada-Ku” (HR. Imam
Bukhori). KH. MA Sahal Mahfudh ingin meluruskan tradisi yang dipercaya sebagai
sebagian orang yang berdampak negatif terhadap kehidupan sosial, khususnya
mereka yang ingin segera menikah karena terhalang tahun duda.
Maka yakinlah bahwa
hanya Allah yang bisa memberikan kemanfaatan dan kemudharatan, bagi yang ingin
menikah kapanpun tidak masalah. Hal ini membutuhkan pendidikan dan bimbingan
intensif, masalah aqidah umat Islam akan bertambah kuat. Kebersamaan keluarga
dalam konteks ini sangat penting supaya seluruh anggota keluarga yakin mau
mengadakan pernikahan yang sakral, tidak ada yang ragu dan was-was akan budaya
kejawen (masyarakat yang masih percaya budaya nenek moyang) yang meyakini tidak
baiknya menikah di tahun duda. Wallahu A’lam bi-showab.
Judul Buku : Metodologi Fiqh Sosial “Dari Qouli Menuju
Manhaji”
Penulis : Abdullah,Jamal Makmur Asmani, Ali
Romdhoni,Munawwir Aziz dkk.
Cetakan :
I, Januari 2015
Tebal Buku : xiii+270 hlm
Penerbit : Fiqh institute Staimafa
Peresnsi : FIKRUL
UMAM MS (adalah aktif di LAKPESDAM PCNUPati )