Kabar NU Pati. Pada hari
selasa, 16 Desember 2014, LAKPESDAM PCNU Pati menyelenggarakan acara seminar
dengan tema “Menanggulangi Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan”, bekerja sama
dengan Legal Resources Center for Gender Justice and Human Rights (LRC-KJHAM)
asal Kota Semarang. Acara ini merupakan
kegiatan perdana yang dilakukan oleh LAKPESDAM NU Pati pada periode ini, yang
dihadiri sejumlah lembaga pondok pesantren, lembaga Banom NU, seperti Fatayat,
IPNU dan IPPNU, masyarakat dan madrah-madrasah sekitar.
Menurut ketua LAKPESDAM NU Pati R. Andi Irawan, acara ini
diselenggarakan karena keprihatinan terhadap berbagai kasus kekerasan seksual
terhadap perempuan yang terjadi diberbagai daerah di Indonesia, terutama
akhir-akhir ini banyak kasus yang terjadi di lembaga pendidikan, seperti
sekolah, dan di dalam rumah yang dilakukan oleh keluarganya sendiri atau
tetangga si korban. Menurut data statistik, Pati merupakan daerah yang
menduduki peringkat ke lima di Jawa Tengah dalam hal kasus kekerasan seksual,
di bawah peringkat kota semarang yang menduduki peringkat pertama.
Selain itu, acara ini diselenggaran bertujuan untuk media edukasi
dan sosialisasi kepada para masyarakat, santri, lembaga-lembaga NU, seperti
Fatayat, IPNU dan IPPNU untuk dapat memenculkan kesadaran anti kekerasan
seksual dan bersama-sama saling bahu membahu dalam mensosialisasikan kesadaran
tersebut kepada masyarakat, keluarga termasuk anak, peserta didik di sekolahan
dan kepada sesama teman. Ini merupakan langkah antisipatif yang harus dilakukan
NU agar kasus semacam ini tidak terjadi di masyarakat nahdliyin, atau minimal
meminimalisir munculnya kasus serupa.
Dalam acara ini, LAKPESDAM NU Pati menghadirkan dua nara sumber,
yaitu KH. Abdullah Umar Fayumi salah satu Gus desa Kajen, dan Dian Puspitasri dari LRC-KJHAM. KH. Abdullah
Umar Fayumi yang akrab dipanggil dengan panggilan gus Umar menyampaikan materi
kekerasan seksual dalam perspektif Islam yang merujuk pada Al-Quran dan Hadits.
Ia menegaskan, bahwa kekerasan seksual disebabkan oleh kejiwaan pelaku yang tak
seimbang. Artinya perilaku menyimpang dalam hal ini adalah kekerasan seksual
muncul karena kondisi kejiwaan pelakunya yang bermasalah. Oleh karena itu, ia
menawarkan cara bagaimana dapat menanggulangi perilaku menyimpang tersebut
dengan menanamkan kecerdasan kosmik kepada masyarakat. Kecerdasan kosmik adalah
keseluruhan kecerdasan pada diri manusia yang menuntunnya mendapatkan
penghayatan rasa terdalam bahwa dirinya merupakan bagian tak terpisah dari
keluarga besar alam semesta dan bertanggung jawab menebarkan kerahmatan bagi
semua sesuai kapasitas dan tugas hidup masing-masing. Kesadaran demikian
dilanjutkan dengan pengendalian dan penyeimbangan nafsu serta melakukan dzikir
secara istiqomah. Dengan ini, niat untuk melakukan penyimpangan akan sirnar.
Berbeda dengan gus Umar, Dian Puspitasri memaparkan materi dari
perspektif psikologi, sosiologi dan hukum. Ia menegaskan bahwa kekerasan
biasanya dalam banyak bentuk, yaitu bisa kekerasan fisik (memukul, menampar,
menendang, meninju dll), kekerasan psikis (mennghina, melecehkan, memaki,
merendahkan, dll), kekerasan seksual (perkosaan, pencabulan), dan penelantaran.
Menurutnya pelaku kekerasan seksual bisa dilakukan oleh siapapun, termasuk
orang-orang terdekat, seperti keluarga, guru, tetangga dan teman. Untuk menanggulangi
psikis korban maka yang harus dilakukan adalah konseling dan pendampingan secara
kontinyu dan intensif dengan mengedepankan prinsip-prinsip konseling. Disamping itu, pelaku juga harus segera
dilaporkan ke polisi agar dapat segera diadili atas perilaku penyimpangan yang
dilakukan.
Dalam acara ini, LAKPESDAM NU Pati juga melaunching jurnar ilmiah
dengan nama “Khittah: Berefleksi Memaknai Tradisi”. Nama khittah memiliki arti
garis atau haluan yang diadopsi dari semangat khittah 1926, yaitu mengembalikan
NU sebagai organisasi sosial keagamaan bukan sebagai partai politik praktis.
Dengan nama ini diharapkan NU Pati ke depan lebih memaksimalkan perannya untuk
mencerdaskan, mengayomi dan memberdayakan masyarakat nahdhiyin, tidak sibuk
dengan persoalan politik praktis. (R. Andi Irawan)